Monday, March 29, 2010

who..? chapter IV (investigative reporting assignment)

BAB IV

Wajah Lesu Nelayan Muara Angke Di Tahun 2008

Nelayan muara angke meratapi nasib yang tak pasti di penghujung tahun 2008 ini. Wajah Alex (37 tahun) nelayan muara angke asal Indramayu ini tampak lesu pasi menyiratkan kesulitan nasibnya. “Kita tetap melaut tapi tidak ada rajungan dalam bulan ini”. Cuaca buruk, pendapatan merosot, hutang melilit, nasib nelayan muara angke.

Angin barat yang kencang melanda bulan Oktober ini, sudah dua kali dalam tahun ini nasib tak menentu melanda nelayan muara angke, akibat angin barat serta gelombang laut yang tinggi. “Hasil tangkapan juga berasa akibatnya, karena anginnya kayak gini” tutur Alex. Pada awal tahun 2008 tepatnya bulan Februari hasil tangkapan nelayan merosot. Masalahnya tidak hanya karena angin barat dan gelombang laut saja tapi juga karena adanya limbah industri. “Rajungan kalau kena limbah bakalan mati” kata Alex. Jika situasi seperti ini , angina kencang, bapak beranak 3 yang sudah 6 tahun mencari nafkah di muara angke ini menepikan perahunya sampai menunggu angin tinggi reda bersama teman sesama nelayan yang berjumlah 6 orang. Biasanya mereka beroperasi satu hari satu malam untuk menangkap

rajungan.

Hasil rajungan yang berharga Rp.27.000 per kilogram dijual ke Bandar. Untuk keadaan normal tiap hari mereka mendapatkan 15 kilogram maksimal, dan minimal 7 kilogram rajungan. Mereka bisa dapat 3 ranjang rajungan dimana 1 ranjang bisa mendapat 40 kilogram rajungan.

Nasib yang sama juga melanda Komarudin (40 tahun) nelayan ikan di muara angke yang sudah 9 tahun menjadi nelayan. Biasanya ia menangkap ikan mulai pada sore hari sampai larut. 10 hari melaut lalu baru pulang ke darat. Untuk 10 hari ia bisa mendapatkan hasil ikan 1 ton dengan harga pendapatan maksimal Rp. 10.000.000 dan minimal Rp.200.000. Komarudin bisa mendapatkan bermacam – macam ikan dengan berbagai ukuran, seperti ikan tenggiri, ikan tongkol dan ikan kakap merah yang paling mahal harganya. “ Kendala nelayan ga hanya pengaruh cuaca saja tapi juga karena mahalnya harga solar” keluh Komarudin, nelayan yang berasal dari Indramayu juga. Nelayan harus membeli solar harus disertai surat dari kapal. Harga 1 liter Rp.5.500.000 dibutuhkan 400 liter untuk 10 hari melaut. Dibutuhkan kapal besar untuk melaut nelayan ikan beda dengan nelayan rajungan yang membutuhkan kapal kecil dan untuk nelayan rajungan dibutuhkan 10 liter solar per harinya.

Apes mengancam Akhmad (28 tahun) bujangan asal Indramayu lulusan sekolah menengah pertama “Saya pernah terkatung – katung di tengah lautan karena solar habis ia tidak bisa menebar jaringnya, karena angin kencang, bersama 6 temannya terpaksa melabuh di pulau dengan menabur jangkar” ujarnya lirih. Terpaksa pulang dengan tangan kosong dan agar ia bisa melaut lagi harus hutang lagi ke juragan untuk belanja perbekalan.

Hari sudah larut, matahari kembali ke peraduannya sama juga dengan para nelayan di muara angke yang kembali ke peraduannya untuk beristirahat mengisi tenaga untuk keesokan harinya, wajah lesu nelayan muara angke terlihat di tahun 2008 ini. Berharap untuk nasib yang lebih baik lagi di tahun depan. Semoga.

Tim Liputan :

1. Alfaria Jeidy A : Pemimpin Redaksi

2. Agni Proborini : Fotografer

3. Gilda Nurfitriyani : Reporter

4. Sally : Reporter

5. Rita Prameswari : Sekretaris

0 comments:

Post a Comment