Sunday, March 28, 2010

makalah hukum perdata-Bab I (indonesian legal system final coursework)

Catatan berikut adalah makalah hukum perdata yang membahas perseteruan antara Pt Portanigra dan Warga Meruya Selatan. Makalah ini saya kerjakan bersama teman-teman keompok saya, yaitu Pina, Anggi, Okky, dan Kartika untuk memenuhi tugas final test Indonesian Legal System pada semester 5. Dalam makalah ini, karena memang elompo kami mendapat bagian untuk menjelaskan tentang kasus hukum perdata maka kami memilih kasus yang berlangsung sangat lama antara Portanigra vs Warga Meruya Selatan sebagai kasus yang akan kam teliti lebih dalam.

Berikut makalah kasus hukum perdata Pt Portanigra vs Warga Meruya Selatan.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama setiap Negara pasti memiliki hukum yang mengatur segala sesuatu yang terjadi antara masyarakat didalamnya. Termasuk Negara kita, Negara Republik Indonesia yang juga berdasarkan pada hukum yang mengatur semua aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa ini diwujudkan dalam perundang-undangan yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Saat ini sumber hukum yang berlaku di Negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selain mengatur hubungan antara masyarakat didalamnya, Undang-Undang ini juga mengatur penyelesaian masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

Salah satu Hukum yang juga berlaku di Indonesia adalah Hukum Perdata. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang mentitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum Perdata yang bersumber keada Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) terdiri dari empat bagian, yaitu Hukum Perorangan, Hukum Keluaga, Hukum Harta Kekayaan, dan juga Hukum Waris.

Pada makalah ini kami akan membahas tentang Hukum Harta Kekayaan dalam aturan Hukum Perdata yang lebih menitikberatkan kepada Hukum Perikatan di dalamnya. Banyak sekali contoh-contoh dari perkara yang berhubungan dengan Hukum Perikatan di Indonesia. Salah satunya ialah kasus persengketaan tanah Meruya Udik, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Meruya Selatan. Hal ini memang sudah menjadi persoalan biasa yang terjadi di Indonesia.

Dengan hukum yang tidak dijalankan dengan baik, bukan saja ada mafia hukum yang sekarang sedang hangat diperbincangkan dalam kasus Hotel Prodeo Artalita, betapa dalam kasus sengketa ini kita juga bisa menemukan mafia pertanahan yang melibatkan lembaga peradilan kita.

Kasus ini bermula ketika PT Portanigra membeli tanah seluas 44 ha kepada warga Meruya yang saat itu diwakili oleh Djuhri bin Geni sebagai koordinator. Namun ternyata setelah pembelian tanah oleh PT Portanigra, Djuhri ngkar janji dan menjual tanah yang seharusnya sudah menjadi hak milik PT Portanigra tersebut kepada pihak lain.

Djuhri mengaku bahwa ia menjual tanah tersebut berdasarkan perintah dari Camat Kebon Jeruk yang merencanakan bahwa tanah tersebut nantinya akan dijadikan sebagai tempat relokasi warga atas pembebasan banjir Kanal Barat oleh Pemda. Berdasarkan perintah camat itulah, Djuhri menjual tanah tersebut kepada beberapa pihak, seperti Pemda sebesar 15 Ha pada tahun 1974, PT Labarata sebesar 4 Ha pada tahun 1974, Intercon sebesar 2 Ha pada tahun 1975, Copylas sebesar 2,5 Ha pada tahun 1975, Junus Djafar sebesar 2,2 Ha pada tahun 1975, dan juga BRI sebesar 3,5 Ha pada tahun 1977.

PT Portanigra akhirnya mengetahui kelakuan Djuhri yang tanpa persetujuan mereka menjual tanah yang sudah menjadi hak milik mereka. PT Portanigra pun menyerahkan girik mereka sebanyak 357 map untuk dijadikan bukti kepada Operasi Pemulihan Kemanan dan Ketertiban.

Setelah itu Djuhri Cs pun akhirnya mendapatkan hukuman pidana atas tindak kejahatan dengan dasar penipuan, penggelapan, dan pemalsuan tanah yang diperbuatnya.

Tetapi kasus ini ternyata tidak selesai sampai disitu saja. Bertahun-tahun kemudian, yaitu tahun 1996 PT Portanigra kembali menggugat Djuhri berdasarkan kasus perkara kasus perdata. Penggugatan ini dilakukan oleh PT Portanigra karena Djuhri Cs yang pada tahun-tahun sebelumnya berjanji akan mengembalikan tanah tersebut tidak kunjung memenuh janjinya.

Kasus ini berubah menjadi semakin rumit. Dikatakan rumit karena tanah yang menjadi sengketa antara PT Portanigra dan juga Djuhri Cs saat itu sudah dipenuhi oleh pemukiman warga yang mengaku memiliki sertifikat tanah atas bangunan rumah yang dimilikinya.

Pada bulan Maret 1997 setelah mengajukan gugatan perdata kepada Djuhri cs, akhirnya Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan penetapan sita jaminan Portanigra. Tetapi ternyata di bulan April 1997, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan bahwa gugatan Portanigra tidak dapat diterima. Pernyataan PN Jakarta Barat ini kembali dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi yang juga menyatakan tidak dapat menerima gugatan pada bulan Oktober 1997.

Akhirnya pada tanggal 31 Maret tahun 2000 dan 26 Juni 2001 Mahkamah Agung menerima kasasi dari Portanigra. Setelah bertahun-tahun, pada bulan April 2007 diadakanlah rapat oordinasi pelaksanaan eksekusi pengosongan Tanah Meruya Selatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dan pada tanggal 21 Mei 2007 dicapailah keputusan bahwa akan diadakan eksekusi lahan sebesar 15 ha, yang akan diberikan kepada PT Portanigra.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana kasus persengketaan tanah ini dilihat dari sisi mafia pertanahan yang sering terjadi di Indonesia?

1.2.2 Apakah landasan yang membuat Mahkamah Agung (MA) menerima gugatan PT Portanigra pada hal pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi gugutannya ditolak?

1.3 Tujuan

Ø Kasus yang terjadi selama kurang lebih 30 tahun ini tidak hanya melibatkan dua pihak, tetapi melibatkan banyak pihak. Selain itu, proses peradilan yang terjadi berlangsung dengan lambat tanpa adanya perkembangan yang signifikan. Sehingga, dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan kasus persengketaan in semakin rumit.

Ø Kemenangan yang didapatkan PT Portanigra dianggap janggal. Hal ini disebabkan oleh gugatan yang diterima oleh Mahkamah Agung tanpa melewati peradilan ditingkat sebelumnya, yakni Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Ø Kasus ini menarik karena kasus ini bertempat di tempat yang melibatkan hajat hidup orang banyak, uaitu masyarakat Meruya Selatan yang sudah puluhan tahun tinggal di tempat persengketaan tersebut.

Ø Di dalam kasus ini terdapat pula lempar tanggung jawab yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jakarta yang memberikan sertifikat tanah dan juga Badan Pertanahan Nasional.

Ø Kasus ini melibatkan lembaga Internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Disamping lembaga Internasional, kasus ini juga ternyata menjadi sorotan media Internasional, seperti CNN Amerika, BBC London, VOA Amerika, dan juga Al Jazeera.

Ø Mengetahui bagaimana tata cara dalam membeli suatu tanah berupa pembebasannya.

Ø Sebagai pembelajaran agar kita lebih teliti dalam memahami bagaimana keadaan Hukum di Indonesia yang kenyataannya tidak sesuai dengan teori-teori yang ada.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Akademis

1.4.2 Manfaat Praktis

1.5 Sistematika Penulisan

1.4.1 BAB I PENDAHULUAN

1.4.1.1 Latar Belakang

Berisikan mengenai apa yang melatarbelakangi kasus persengketaan tanah di Meruya.

1.4.1.2 Rumusan Masalah

Berisikan masalah-masalah apa yang ingin dibahas dan dianalisis dari kasus persengketaan tanah di Meruya.

1.4.1.3 Tujuan

Berisikan mengenai alasan mengapa memilih kasus persengketaan tanah di Meruya.

1.4.1.4 Sistematika Penulisan

Berisikan mengenai sistematika penulisan pada makalah ini

1.4.2 BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dibahas mengenai teori-teori yang digunakan pada kasus ini serta sistem hukum yang terjadi didalam kasus ini dengan mencantumkan pasal-pasal yang berkenaan dengan kasus sengketa tanah di Meruya.

1.4.3 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini menguraikan pembahasan yang dipertanyaankan dalam rumusan masalah dan menganalisis hukum perdata dan peradilan yang terjadi dalam kasus persengketaan tanah di Meruya.

1.4.4 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyimpulkan hasil pembahasan dari kasus persengketaan tanah di Meruya.


0 comments:

Post a Comment