Wednesday, March 31, 2010

militer dalam politik (indonesian political system assignment)

Catatan berikut ini adalah tugas makalah kelompok mengenai keterlibatan militer dalam politik di Indonesia, yang saya kerjakan untuk memenuhi tugas kelompok indonesian political system pada semester 5. Dalam mengerjakan tugas ini, saya dibantu oleh teman-teman kelompok saya, yaitu Elvira,Maya,Rizky, dan Okty.
Berikut makalah Keterlibatan Militer Politik di Indonesia.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pemilu adalah indikasi beberapa hal: popularitas atau terpuruknya pemerintah dan

kecenderungan politik lainnya. Dalam negara yang kompleks seperti Indonesia, pemilu juga melibatkan usaha kelompok dalam elit yang berkuasa untuk mempertahankan kemenangannya atau upaya mereka yang telah tenggelam untuk tampil kembali. Sejak jatuhnya Suharto tahun 1998, elit militer telah banyak kehilangan kekuatan politiknya dan sekarang mereka secara resmi disingkirkan dari arena politik. Karena itu bukan suatu kebetulan kalau banyak pensiunan perwira, terutama mantan jenderal angkatan darat, yang ingin kembali ke panggung politik. Banyak yang sudah menjadi calon legislatif dalam pemilu 2009 sementara beberapa kaliber berat telah melangkah menuju pemilihan presiden yang akan diadakan kemudian. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana peranan militer dalam pemilu yang diadakan di Indonesia.

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana peran militer dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia?

1.3.Tujuan Penulisan

Mengetahui bagaimana peran militer dalam pelaksanaan Pemilu Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.

Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Pengertian politik dari para ilmuwan:

Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).

Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes … the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states …).

J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”

Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”

W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society … its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist … centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).

Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).

David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).

Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).

Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”

Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”

Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.” Idrus Affandi mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”

Masih banyak pengertian tentang politik dan atau ilmu politik yang disampaikan para ahli. Namun dari yang sudah terkutip kiranya dapat dipahami bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan azas dan ciri khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai lembaga yang dinamis).

2.2. Jatuh Bangunnya Calon-Calon Militer dalam Pemilu Indonesia

Jatuh bangunnya calon-calon militer dalam Pemilu Indonesia dapat diinterpretasikan dalam beberapa cara. Selama lebih dari tiga dekade, Suharto memimpin kediktatoran militer dengan dwifungsi sebagai doktrin utamanya. Dwifungsi memberi militer hak untuk bermain dalam politik, yang kemudian dieksploitasi dalam skala besar. Meskipun anggota angkatan bersenjata tak diperbolehkan memilih, mereka diberi jatah 100 kursi dalam DPR dan DPRD. Tetapi, setelah jatuhnya Suharto, dwifungsi dilempar masuk ke tong sampah sejarah. Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah memiliki beberapa pengalaman mengenai keterlibatan militer dalam politik. Selama apa yang disebut sebagai jaman liberal (1952-1959), militer tak puas disingkirkan dari panggung politik dan membentuk partai politik mereka sendiri, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) yang tampil dengan menyedihkan dalam pemilu1955.

Aspirasi politik mereka kembali muncul setelah beberapa organisasi militer mendirikan platform baru bernama Golkar (Golongan Karya) pada tahun 1964. Maksudnya adalah agar Golkar dapat menghadapi pengaruh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang kian besar. Golkar menjadi mesin politik yang ampuh Bagi Suharto dan jenderal-jenderalnya setelah mereka merebut kekuasaan pada Bulan Oktober 1965 dan menyingkirkan gerakan sayap kiri. Selama lebih dari 30 tahun Golkar tetap menjadi satu-satunya kendaraan politik militer, tetapi partai ini secara konstan direcoki oleh pergulatan kekuasaan internal. Pada tahun 1990-an, Suharto kian terisolasi dan memutuskan untuk “menyipilkan” pucuk pimpinan Golkar. Tahun 1993 ia menunjuk Harmoko, seorang sipil, sebagai ketua, dan lima tahun kemudian, Akbar Tandjung mengambil alih. Tahun lalu, Jusuf Kalla, wakil presiden Indonesia, terpilih sebagai ketua partai.

Perkembangan ini mengantarkan keterlibatan militer dalam politik menuju fase ketiga dengan peran yang kini melemah, beberapa jenderal utama mulai mendirikan organisasi politik di luar Golkar. Ada politisi senior yang berkilah bahwa memasang jenderal dalam pemilu merupakan hal positif karena kalangan sipil kurang memiliki wewenang dan lemah dalam pengambilan keputusan. Tetapi ada jauh lebih banyak hal dari itu. Banyak perwira yang dengan tegas meyakini bahwa militer adalah satu-satunya kekuatan yang dapat melindungi integritas negara dan politisi selalu membuat hal menjadi kacau. Ini tak diragukan lagi merupakan kerangka kerja ideologis dan pemikiran pensiunan jenderal seperti Wiranto, Prabowo dan banyak lagi. Sudah pasti benar bahwa militer tetap merupakan institusi terkuat di Indonesia dan bahwa penyelenggara pemerintahan yang memiliki kemauan kuat, otoriter dan tangguh sering kali muncul dari jajaran ini. Selama Orde Baru di bawah Suharto yang berlangsung sedemikian lama, suatu kasta penyelenggara pemerintahan militer telah tercipta. Di Indonesia sekarang ini, banyak penyelenggara pemerintahan baru yang merupakan warga sipil, yang terpilih melalui proses demokrasi, tetapi mereka sering kali dipandang tak dapat memutuskan dan lemah dibandingkan dengan penguasa yang otoriter di masa lalu.

Dua partai baru: Hanura dan Gerindra

Dari sekian banyak pensiunan perwira yang ingin memperoleh posisi politik, yang paling ambisius adalah jenderal Wiranto, Prabowo dan Sutyoso yang akan memperebutkan kursi presiden. Banyak pensiunan perwira lain yang mencoba meraih posisi tertinggi dalam salah satu dari 38 partai politik yang bakal bertarung dalam pemilihan tingkat nasional dan daerah,atau berusaha menjadi gubernur atau bupati.Yang lain berharap untuk memperoleh posisi strategis dalam birokrasi daerah. Ketiga jenderal itu dikenal memiliki catatan pelanggaran HAM berat dan keunggulan politik mereka mencerminkan kegagalan akuntabilitas kriminal di masa pasca-Suharto dalam menyeret mereka ke meja hijau untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka. Ketiganya senantiasa tampil di muka umum dan telah mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin partai politik baru yang ingin menantang presiden yang berkuasa sekarang ini, pensiunan jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Jenderal bintang empat Wiranto adalah senior SBY di angkatan darat. Selama hari-hari penuh huru hara tahun 1998-1999 sebelum dan setelah jatuhnya Suharto, ketika terjadi penganiayaan di banyak kota dan pengambilan suara bagi kemerdekaan Timor Timur yang mengakibatkan kehancuran militer yang disengaja di muka negara, Wiranto menduduki tingkat tertinggi dalam angkatan bersenjata Indonesia.

Letjen (purn) Prabowo mempunyai riwayat HAM yang sama kelamnya. Ia adalah salah satu tokoh kunci dalam kegiatan penumpasan pemberontakan di Timor Timur dan bertanggungjawab atas pelatihan dan pembiayaan kelompok milisi yang merajalela disana tahun 1999. Sebagai komandan unit baret merah yang terkenal, Prabowo juga bertanggungjawab terhadap penculikan dan hilangnya sejumlah aktivis pro-demokrasi beberapa hari sebelum jatuhnya Suharto (yang ketika itu adalah mertuanya).

Letjen. (purn) Sutiyoso juga komandan baret merah dan bertugas dalam beberapa daerah konflik seperti Timor Timur, Aceh dan Papua Barat. Ia berturut-turut menjabat sebagai gubernur Jakarta selama dua periode dan posisi inilah yang menggugah berkeinginan menjadi presiden.

Jenderal Wiranto telah mendirikan partai yang disebut Hanura (Hati Nurani Rakyat) yang kantor pusatnya berada di seberang kediaman resmi wakil presiden di daerah Menteng,Jakarta. Cabang-cabang Hanura telah berdiri di seluruh Indonesia, yang memang dimungkinkan karena sumber keuangan yang melimpah. Hanura tampil cukup meyakinkan dalam jajak pendapat dan diharapkan memenangkan hingga 7% suara. Partai ini telah menarik dukungan dari kalangan angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara serta polisi, pengusaha, mantan anggota Golkar dan bahkan beberapa aktivis prodemokrasi. Sebagai ketua Hanura, Wiranto memasang sejumlah pensiunan perwira disekelilingnya seperti Letjen. (purn) Arie Mardjono dan Laksamana Muda (purn) Abu Hartono yang keduanya merupakan wakil ketua dalam dewan pertimbangan. Tujuh wakil ketua Hanura adalah Majen. (purn) Aqlani Maza dan Laksamana (purn) Bernard Kent Sondakh,Marsekal Muda (purn) Budhy Santoso, Jenderal Polisi (purn) Chaeruddin Ismael, Letjen. (purn) Fachrul Razi, Letjen. (purn) Suaidi Marassabessy dan Jenderal (purn) Soebagyo. Wakil bendaharanya adalah Mayjen. (purn) Iskandar Ali.

Wiranto memulai karir militernya sebagai perwira infantri dan perlahan-lahan pangkatnya naik dengan menduduki beberapa posisi territorial. Tahun 1989 ia menjadi ajudan Presiden Suharto dan menjabat posisi itu hingga 1993. Sejak itu karirnya kian cerah dan ia dikenal sebagai pendukung Suharto yang setia. Ia kemudian berturut-turut menjadi Pangdam Jaya (1994), Pangkostrad (1996), Panglima TNI (1997), Panglima Angkatan Bersenjata (1998) sekaligus menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan ketika Suharto jatuh. Ia terus menjabat sebagai menteri pada masa Habibie dan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) menjadi presiden sampai ia dipecat tahun 2000. Sejak itu tampak jelas bahwa Wiranto mempunyai ambisi untuk menjadi presiden. Wiranto telah berhasil membangun partainya dengan efektif dan cukup mengherankan melihat adanya sejumlah warga sipil, termasuk beberapa aktivis pro-demokrasi, yang memutuskan untuk bergabung dalam barisan. Beberapa analis secara bercanda membandingkan Hanura dengan penjual tupper ware. Setiap orang dapat mendirikan cabang selama barang yang cocok terjual. Orang yang tak mempunyai banyak uang yakin dapat memperoleh uang kontan jika mereka mendirikan cabang sementara sebagian pengusaha menanamkan uangnya dalam suatu cabang atau mempromosikan kegiatan Hanura yang lain. Setiap cabang Hanura diminta untuk mendirikan koperasi sebagai tanda tanggung jawab sosialnya sehingga menarik minat lebih banyak pendukung. Patut dipertanyakan apakah jajaran Hanura betul-betul loyal terhadap Jenderal Wiranto. Salah satu tokoh kunci di Hanura adalah Indro S. Tjahyono yang merupakan aktivis mahasiswa yang terkemuka tahun 1978 dengan catatan anti-militer yang mengesankan. Indro merupakan salah seorang pimpinan utama oposisi pada akhir tahun 1980-an dan terlibat dalam banyak kegiatan pro-demokrasi yang penting. Dia sekarang wakil ketua Hanura meskipun diragukan apakah ia akan mendukung Wiranto dalam merebut kursi presiden. Orang-orang lain seperti Indro jelas menggunakan Hanura sebagai kendaraan untuk menjadi anggota legislatif.

Prabowo dan petani-petaninya

Letjen.(purn) Prabowo memiliki latar belakang yang hebat. Ayahnya adalah ahli ekonomi terkemuka yang menjadi menteri baik di jaman Sukarno maupun Suharto. Prabowo menikah dengan putri kedua Suharto dan menjadi bagian dari “keluarga pertama” negara ini. Meskipun ia memiliki latar belakang seperti itu dan telah mengecap pendidikan di sekolah umum di Inggris, ia memasuki akademi militer. Karir militernya sangat sukses sampai ia dipecat dari angkatan bersenjata tahun 1998. Selama karirnya dalam militer, ia menduduki sejumlah posisi yang bergengsi seperti Panglima Kopassus dan Panglima Kostrad. Prabowo mendapatkan pelatihan militer dan mengambil kursus pemberantasan pemberontakan di Jerman tahun 1981 dan Kursus Perwira Angkatan Khusus di Fort Benning, AS juga pada tahun 1981. Ia kemudian menjadi letnan jenderal Indonesia termuda pada usia 46 dan sebagian orang mengatakan bahwa ia dapat muncul sebagai pengganti ayah mertuanya, Suharto. Tetapi, sekarang ia adalah pengusaha sukses dan CEO beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, bubur kertas dan kertas, pertanian dan perkebunan kelapa sawit. Tahun 1998, dengan kian dekatnya kejatuhan Suharto, Wiranto dan Prabowo muncul sebagai saingan. Saat rejim akan tenggelam, Wiranto, yang memegang jabatan militer utama, mendukung gagasan Suharto untuk turun sementara Prabowo membela keberadaan Suharto sebagai presiden hingga berakhir pahit. Ada banyak versi peristiwa Mei 1998 seperti yang tertuang dalam sejumlah buku mengenai peristiwa itu. Setelah Suharto akhirnya turun, Prabowo meninggalkan Indonesia menuju Jordan di mana ia menetap selama beberapa tahun.

Sejak itu Prabowo telah merubah citranya dan kini tampak sebagai pengusaha terhormat. Beberapa tahun yang lalu ia membuat upaya lain untuk mendongkrak citranya dengan merengkuh jabatan sebagai pemimpin organisasi petani, HKTI. Organisasi ini didirikan pada jaman Suharto sebagai wadah utama bagi berjuta-juta petani Indonesia meskipun sangat diragukan apakah sekarang ini mampu memobilisasi konsituantenya. Prabowo juga merupakan apa yang disebut sebagai anggota biasa sebuah partai bernama Gerindra. Jelas bahwa ia bakal menjadi calon presiden dari Gerindra dan mungkin dapat mengharapkan dukungan dari banyak cabang HKTI di seluruh Indonesia. Ini merupakan contoh khas kerendahan hati Jawa. Di atas kertas, paling tidak, Prabowo telah muncul kembali sebagai tokoh publik. Seperti yang telah diuraikan, baik Wiranto maupun Prabowo sangatlah dekat dengan istana.

Latar belakang inilah yang mungkin mendorong mereka untuk maju dalam pemilihan presiden. Tak ada yang istimewa dalam program partai mereka dan kedua partai tersebut memiliki kemampuan politik yang kurang memadai. Meski tak ada bukti bahwa Gerindra mempunyai mesin yang diminyaki dengan baik dibandingkan dengan Hanura, jelas bahwa ia akan menggunakan HKTI untuk memenangkan suara. Gerindra mencoba menarik anggota baru dengan menawarkan asuransi jiwa gratis. Seperti Wiranto, Prabowo juga menarik beberapa mantan aktivis ke kubu mereka, yang menonjol adalah Pius Lustrilanang dan Desmond Mahesa, keduanya diculik pada tahun 1998 oleh kesatuan yang diketuainya.

Letjen. Sutyoso dan ambisinya yang tak terbatas

Pensiunan jenderal Sutyoso juga mengira bahwa ia mampu menjalankan negara ini dan menganggap latar belakang militernya sebagai suatu keuntungan. Seperti dua jenderal lainnya, ia adalah orang Jawa meskipun tak pernah sampai ke puncak jenjang militer. Posisi tertingginya adalah Pangdam Jaya, yang menjadi batu loncatan baginya untuk menjadi gubernur Jakarta dari tahun 1997 hingga 2007. Menjadi gubernur di ibu kota paling tidak sama berkuasanya dengan posisi senior dalam kabinet seperti yang kita lihat dengan walikota London, Paris, New York dan Beijing. Sutiyoso bertugas di banyak daerah konflik. Sebagai bintara muda pada tahun 1960-an, ia dikirim ke Kalimantan untuk membasmi pemberontakan PGRS/Paraku. Kemudian ia bertugas di Aceh, Timor Timur dan Papua. Namanya disebut-sebut terkait dengan pembunuhan lima jurnalis asing di Balibo, Timor Timur, tahun 1975. Tahun 1993 ia menjadi perwira territorial dan bertugas di Bogor dan kemudian menjadi Panglima Kodam Jaya tahun 1994. Posisinya sebagai gubernur Jakarta memberinya kesempatan untuk membangun jaringan luas dengan kalangan pengusaha. Ia juga duduk dalam berbagai jabatan bergengsi dalam bidang olah raga: sebagai ketua asosiasi menembak, ketua asosiasi bola basket, ketua asosiasi golf dan yang paling baru, ketua asosiasi badminton.

Strategi pemilihannya sangat berbeda dengan Wiranto dan Prabowo. Ia mendorong pembentukan beberapa partai kecil seperti Partai Republikan, Partai Bela Negara (PBN), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Ia juga berhasil mendapatkan pengaruh dan dukungan dari beberapa partai sedang seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Dengan dukungan koalisi ini ia berharap untuk dapat makin dikenal. Terlebih lagi, fakta bahwa 60% pemilih adalah orang Jawa memberi Sutyoso, yang juga orang Jawa, prospek untuk memenangkan banyak suara. Ia berharap mendapatkan dukungan dari beberapa jenderal utama yang belum memasuki arena politik, termasuk Jenderal (purn) Try Sutrisno, mantan wapres pada masa Suharto dan mantan kepala intel, Mayjen. (purn) Hendropryono.

2.3. Keterlibatan Militer dalam partai lain yang mengikuti Pemilu 2009

Di antara 38 partai yang akan ambil bagian dalam pemilu adalah partai sipil yang mempunyai perwira dalam badan kepemimpinan mereka dan partai lain yang dipimpin oleh perwira militer dan mempunyai pandangan militer. Di antara yang disebut belakangan adalah PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa) dengan Jen. (purn) Hartono sebagai ketua umum. Mayjen. (purn) Hartarto adalah sekjen sedangkan wakil ketuanya termasuk tiga pensiunan perwira: Mayjen. (purn) H.Namoeri Anoem, Brigjen. (purn) Suhana Bujana and Mrsekal Muda (purn) Suharto. Sebagian dari partai yang baru dibentuk juga menyediakan tempat bagi pensiunan militer.

PRN (Partai Republik Nusantara), yang menggunakan Nusantara untuk namanya ketimbang Indonesia, akan berfokus khususnya pada daerah. Letjen. (purn) Syahrir MS sebagai anggota presidium PRN, sementara baik Jen. (purn) Syarnubi maupun Brigjen (purn) Husein Thaib sama-sama menjabat sebagai ketua. Partai baru lainnya adalah

PDK (Partai Demokrasi Kebangsaan) yang merupakan kendaraan perwira dengan jabatan lebih rendah; partai ini juga memiliki agenda nasionalis yang kuat. Kombes Pol (purn) Iyer Sudaryana sebagai ketua sementara tiga pensiunan kolonel (semuanya sekarang memegang jabatan sipil) duduk dalam kepemimpinannya: Kol. (purn) Bahar Mallarangan adalah wakil ketua Lembaga Ombudsman Nasional, Kol. (purn) Tasno HP, sekarang ini wakil kepala Dinas Pembinaan Pertanian, Peternakan dan Perikanan dan Letkol. (purn) Haryanto adalah wakil ketua Dinas Pembinaan Kehutanan dan Pertanian. Keduanya ada dalam kepengurusan PDK. Mereka mewakili kelompok personel militer yang menempati posisi kekaryaan (sipil) dalam masa Suharto. Sebagian besar personel militer dapat memperoleh posisi selama masa Orde Baru dan sejak pensiun (pada usia 55) menjadi pejabat tinggi, setelah sebelumnya berubah karir dari militer ke sipil.

Dalam dua partai utama Golkar dan PDI-P, pensiunan militer masih memainkan peran, meskipun tak seberapa. Letjen. (purn) Sumarsono adalah Sekjen Golkar tetapi jarang muncul di muka umum. Satu dari politisi senior PDI-P adalah Mayjen. (purn) Theo Syafei, mantan panglima di Timor Timur, yang telah duduk selama dua periode dalam dewan. Kemungkinan keduanya akan digantikan dalam waktu dekat.

Partai Presiden SBY, PD ( Partai Demokrat) juga mencakup beberapa pensiunan perwira. SBY sendiri adalah ketua dewan penasehat tetapi jarang terlibat dalam kegiatan seharihari. Ketua umumnya adalah Kol. (purn) Hadi Utomo sementara Mayjen. (purn) Nur Aman dan Komjen. Pol. (purn) Nurfaizi keduanya merupakan anggota dewan. Yang mengherankan, pengurus PD adalah orang sipil yang berpandangan politik.

Dalam partai Islam PBB (Partai Bulan Bintang), ada beberapa pensiunan perwira. Termasuk di dalamnya adalah Kombes. Pol. (purn) Bambang Sutedjo, Letjen. (purn) Sugiono and Letjen. (purn) Sanif, yang semuanya menjabat sebagai anggota pengurus.


BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Semua pensiunan jenderal itu memiliki keuntungan dan agenda yang sama. Mereka adalah bagian dari elit politik di Jakarta, mereka mempunyai uang tak terbatas dan tampaknya mereka nantinya dapat memperoleh lebih banyak lagi. Semuanya adalah penasehat SBY dan sebagian dari motivasi mereka adalah bahwa mereka melihat SBY sebagai perwira yang gagal. Kenyataannya, baik Wiranto maupun Sutyoso adalah senior SBY dan sekarang merasa terongrong oleh prestasinya. Tetapi ada kesalahan fundamental dari ketiganya. Mereka tak punya program politik dan tak mewakili pemikiran politik atau ideologi apapun yang koheren. Pesannya hanyalah sekedar retorika nasionalis dan kampanye yang menampilkan mereka sebagai penyelamat bangsa. Kecil sekali kemungkinannya bagi pemilih kelas menengah perkotaan untuk memberikan suara untuk mereka dan juga tampaknya tak mungkin mesin politik mereka dapat menjangkau pemilih di pedesaan. Ada juga pertanyaan mengenai maksud sebagian orang yang disebut sebagai pengikut ketiga jenderal itu. Selama mereka mendapatkan banyak uang dan mungkin bahkan kursi legislatif, mereka akan tetap loyal. Tetapi pemilu dan pemilihan presiden langsung adalah dua hal yang berbeda. Sebagian besar pensiunan jenderal gagal secara menyedihkan dalam usaha mereka untuk memperolah jabatan dalam polkada dan ini tentu akan terjadi lagi dalam pemilu 2009.

3.2. Saran

Saran dari kelompok kami adalah agar pemerintah dapat membedakan siapa saja yang antas berada dalam posisi kepemerintahan dan bukan sekedar memiliki kekuasaan dan memilik latar belakang sebagai seseorang yang penting, karena pada dasarnya dunia itu berputar, ada saatnya generasi-generasi yang lama harus digantkan ole generasi bayang memiliki pemikiran lebih segar dan inovasi-inovasi. Keterlibatan militer ini jga merupakan post power síndrome dimana para jenderal maupun perwira tersebut tidak mau meletakkan jabatannya dan pensiu begitu saja tetapi mereka menginginkan lebih dari itu dan terus ikut serta dalam pembangunan bangsa ini. Masyarakat Indonesia sendiri seharusnya bisa membedakan siapa saja yang pantas menduduki kursi petinggi negara yang harus memiliki kualitas yang bagus dalam setiap bidang dan mengeri bagaimana perkembangan zaman masa ini dengan baik.


0 comments:

Post a Comment