Sunday, March 28, 2010

makalah hukum perdata-Bab II (indonesian legal system final coursework)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Hukum

2.1.1. Definisi Hukum secara Etimologis

Kata hukum secara etimologis biasa diterjemahkan dengan kata ‘law’ (Inggris), ‘recht’ (Belanda), ‘loi atau droit’ (Francis), ‘ius’ (Latin), ‘derecto’ (Spanyol), ‘dirrito’ (Italia).Dalam bahasa Indonesia, kata hukum diambil dari bahasa Arab yaitu “حكم – يحكم – حكما”, yang berarti “قضى و فصل بالأمر” (memutuskan sebuah perkara).

2.1.2. Definisi Hukum secara Konseptual

1. Aristoteles:

“Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature” (Hukum tertentu adalah sebuah hukum yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai dasar dan mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal adalah hukum alam).

2. Grotius:

“Law is a rule of moral action obliging to that which is right” (Hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang benar).

3. Hobbes:

“Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan haknya, telah memerintah pada yang lain).

4. Phillip S. James:

“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given state” (Hukum adalah tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara).

5. Immanuel Kant:

“Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.

2.1.3. Definisi Hukum secara operasional

Hukum adalah suatu aturan yang menjadi petunjuk dan memberikan perintah terhadap orang lain agar dapat menyesuaikan dirinya dengan orang lain dan memutuskan sebuah perkara agar membawa seseorang kepada apa yang benar.

2.2. Hukum Perdata

2.2.1 Definisi Hukum Perdata

Hukum Perdata ialah serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan.

2.2.2. Definisi Hukum Perdata secara Konseptual

1. Van Dunne

“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.

2. H.F.A. Vollmar

“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.”

3. Sudikno Mertokusumo

“Hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak”.

4. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan

“ Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.”

5. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.

“ Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya “.

6. Prof. R. Soebekti, S.H.

“ Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.”

7. Menurut Prof H.R Sardjono, SH :

Hukum Perdata adalah kaidah-kaidah yang menguasai manusia dalam masyarakat dalam hubungannya terhadap orang lain dan hukum pada dasarnya menguasai kepentingan perseorangan.

8. Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH

Hukum Perdata sebagai suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau badan hukum satu sama lain mengatur tentang hak dan kewajiban dalam pergaulan kemasyarakatan atau hukum yang mengatur kepentingan perseorangan.

9. Dr. Ibrahim As- Sholihi dalam bukunya Ad Dirosat Fi Nadzoriyat Al Qonun

Hukum perdata adalah kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar individu yang dalam hubungan itu individu tersebut tidak berperan sebagai sebagai pemegang kedaulatan kecuali (yang tidak termasuk hukum perdata) beberapa hal yang yang menjadi objek hukum lain yang termasuk bagian hukum privat.

10. Prof.Dr.Satjipto Rahardjo, SH. Guru besar dalam sosiologi hukum pada Fakultas Hukum,Universutas Diponegoro, Semarang

Hukum perdata sebagai sebuah hukum yang mengatur sekalian perkara yang berisi hubungan anatara sesama warga (Negara dalam hal) perkawinan,kewarisan dan perjanjian.

2.3. Hukum Perikatan

2.3.1. Definisi Hukum Perikatan

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.

2.3.2. Definisi Hukum Perikatan secara Konseptual

    • Hofmann

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.

    • Pitlo

Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.

    • Vollmar

Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.

2.3.3. Unsur-unsur dalam perikatan :

    • Hubungan hukum

Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.

    • Harta kekayaan

Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat).

    • Para pihak

Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhi prestasi = debitur.

    • Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :

a. Memberikan sesuatu.

b. Berbuat sesuatu.

c. Tidak berbuat sesuatu.

2.3.3. Objek Perikatan

Objek perikatan disebut prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.

Bentuk-bentuk prestasi :

1. Memberikan sesuatu, seperti membayarharga, menyerahkan barang dan sebagainya.

2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaik barang yang rusak, membonngkar bangunan, kesemuanya karena putusan pengadilan dan sebgainya.

3. Tidak berbuat sesuatu., misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu. Kesemua karena ditetapkan oleh putusan pengadilan.

Kalau debitur atau fihak yang berkewajiban emenuhi perkatan tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut wanprestasi ( cidra janji ).

Bentuk wanprestasi :

1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.

2. Debitur terlambat memenuhi perikatan.

3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.

Akibatnya : jika merugikan wajib mengganti kerugian.

1. Ganti rugi.

2. Pembatalan.

3. Pelaksanaan + ganti rugi.

4. Pembatalan + ganti rugi.

Sumber hukum perikatan secara materil ada dua yaitu Undang-Undang dan Perjanjian (kontrak) karena perbuatan manusia. Pasal 1365 mengenai akibat melawan hukum dengan menggganti kerugian yaitu dengan adanya pembuktian dan hubungan kausalitas. Syarat sahnya perjanjian adalah persetujuan antara kedua belah pihak (pasal 1320) dimana yang dimaksudkan “persetujuan” kedua belah pihak dan kemudian diganti “perjanjian” karena berdasarkan kesepakatan “comunis equino dictum” = doktrin dari para ahli. Ingkar janji itu maknanya terlalu sempit, antara kata “tidak berprestasi sama sekali” memiliki makna yang sama dengan “terlambat prestasi” disatu sisi. Contoh : karena keterlambatan pemenuhan prestasi oleh debitur sehingga dianggap tidak bermanfaat lagi kepada kreditur, maka dapat disebut tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2.3.4. Macam perikatan

1a. Perikatan Sipil, yaitu perikatan yang apabila tidak dipenuhi dapat dilakukan gugatan (hak tagihan) misalnya jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan sebagainya.

b. Perikatan Wajar, yaitu perikatan yang tak mempunyai hak tagihan akan tetapi kalau sudah dibayar atau dipenuhi tidak dapat diminta kembali; misalnya hutang karena pertaruhan, perjudian, persetujuan di waktu pailit dan sebagainya.

2a. Perikatan yang dapat dibagi, yaitu erikatan yang menurut sifat dan maksudnya dapat dibagi-bagi dalam memenuhi prestasinya, misalnya perjanjian mencangkul dan sebagainya.

b. Perikatan yang tak dapat dibagi, yaitu perikatan yang menurut sifat dan maksudnya tak dapatdibagi-bagi dalam melaksanakan prestasinya, misalnya perjanjian menyanyi.

3a. Perikatan pokok, yaitu perikatan-perikatan yang dapat berdiri sendiri tidak tegantung pada perikatan-perikatan lainnya, misalnya, jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan sebagainya.

b. Perikatan tambahan, yaitu perikatan yang merupakan tambahan dari perikatan lainnya dan tak dapat berdiri sendiri, misalnya perjajian gadai, hipotik tanggungan adalah merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian hutang piutang.

4a. Perikatan spesifik, yaitu perkatan yang secara khusus ditetapkan macamnya prestasi.

b. Perikatan generic, yaitu perikatan hanya ditentukan menurut jenisnya.

5a. Perikatan sederhana, yaitu perikatan yang hanya ada satu prestasi yang harus dipenuhi oleh debitur.

b. Perikatan jamak, yaitu perikatan yang pemenuhannya oleh debitur lebih dari satu macam prestasi harus dipenuhi maka disebut bersusun, tapi jika hanya salah satu saja diantaranya yang harus dipenuhi itu maka disebutperikatan boleh pilih (alternatip). Perikatan fakultatip adalah perikatan yang telah ditentukan prestasinya, akan tetapi jika karena sesuatu sebab tidak dapat dienuhi maka debitur berhak memberi prestasi yang lain.

6a. Perikatan murni, yaitu perikatan yang prestasinya seketika itu juga wajib dipenuhi.

b. Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhannya leh debitur, digantungkan kepada sesuatu syarat, yaitu keadaan-keadaan yyang akan datang atau yang pasti terjadi.

2.3.5. Hukum Perikatan yang bersumber pada Perjanjian

1. Perjanjian Jual Beli

2. Perjanjian Tukar Menukar

3. Perjanjian Sewa Menyewa

4. Pinjam Pakai

5. Pinjam Pakai sampai habis

6. Perjanjian Penitipan

7. Perjanjian Kerja

8. Perserikatan

9. Pemberian Beban

10. Pemberian Hadiah

11. Pertanggungan

12. Penarikan Perkara

2.4. Definisi Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual-beli merupakan jenis perjanjian timbal balik yang melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Kedua belah pihak yang membuat perjanjian jual-beli masing-masing memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan isi perjanjian yang mereka buat. Sebagaimana umumnya, perjanjian merupakan suatu lembaga hukum yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak dimana para pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi jenis perjanjian yang mereka buat. Akan tetapi kebebasan dalam membuat suatu perjanjian itu akan menjadi berbeda bila dilakukan dalam lingkup yang lebih luas yang melibatkan para pihak dari negara dengan sistem hukum yang berbeda. Masing-masing negara memiliki ketentuan tersendiri yang bisa jadi berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut tentu saja akan mempengaruhi bentuk dan jenis perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang berasal dari dua negara yang berbeda tersebut karena apa yang diperbolehkan oleh suatu sistem hukum negara tertentu ternyata dilarang oleh sisten hukum negara lainnya.

Menurut KUHPerdata :

Sudikno Mertokusumo (1996:103) mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu perbuatan penawaran (offer, aanbod) dan perbuatan penerimaan (acceptance, aanvaarding).

Dalam pasal 1457 KUHPerdata disebutkan bahwa jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,dan pihak yang satu lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Jadi pengertian jual-beli menurut KUHPerd adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut (Subekti, 1995: 1)

Perjanjian jual-beli dalam KUHPerdata menentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas atas barang tersebut kepada pembeli.

Sementara itu, KUHPerd mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang, penagihan, atau claim.

2.5. Definisi Girik

Girik yang sebenarnya adalah surat pajak hasil bumi/verponding, sebelum diberlakukannya UUPA memang merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, tetapi setelah berlakunya UUPA, girik bukan lagi sebagai bukti hak atas tanah, namun hanya berupa surat keterangan objek atas tanah, dan terakhir dengan adanya UU. No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenal sebagai girik adalah DKOP/KP.PBB 4.1.

Apabila ditelusuri lebih jauh sebelum lahirnya UUPA, secara yuridis formal, girik benar-benar diakui sebagai tanda bukti hak atas tanah, tetapi sekali lagi bahwa setelah berlakunya UUPA girik tidak berlaku lagi. Hal ini juga dipertegs dengan Putusan Mahkamah Agung RI. No. 34/K/Sip/1960, tanggal 19 Februari 1960 yang menyatakan bahwa surat petuk/girik (bukti penerimaan PBB) bukan tanda bukti hak atas tanah.

2.6. Definisi Sertifikat Hak Atas Tanah

Sertifikat hak atas tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

Yang dapat memperoleh serifikat Hak Atas Tanah :
Orang atau Badan Hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria).

2.7. Definisi Pembebasan Tanah

Perpres No 36/2005 memberikan definisi pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
Dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah.
Berdasarkan penjelasan umum UU No. 20/1961 ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya pencabutan hak atas tanah adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah, dalam hal ini presiden. Bentuk kewenangan yang diberikan undang-undang adalah untuk melakukan tindakan dengan secara paksa mengambil dan menguasai tanah seseorang untuk kepentingan umum.

2.8. Definisi Kasasi

Kasasi adalah pemohonan pembatalan terhadap putusan/penetapan pengadilan tingkat pertama (pengadilan agama) atau terhadap putusan pengadilan tingkat banding (PTA) ke MA di Jakarta, melalui pengadilan tngkat pertama (PA) yang dahulunya memutus, karena adanya alas an tertentu dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.

0 comments:

Post a Comment