Sunday, March 28, 2010

makalah hukum perdata-Bab IV (indonesian legal system final coursework)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari kasus Persengketaan Tanah di Meruya dapat disimpulkan bahwa dalam tingkat peradilan juga terdapat kesalahpahaman. Kesalahapahaman ini yang menyebabkan kasus ini tidak hanya melibatkan penggugat (PT Portanigra) dan tergugat (Djuhri Cs) tetapi juga melibatkan pihak ketiga, yakni masyarakat Meruya yang sebenarnya tidak tahu menahu mengenai persengketaan tanah yang terjadi.

Kesalahan yang terjadi diawali antara Pengadilan Negeri dan jurusita mengenai adanya pihak ketiga. Pengadilan Negeri menganggap adanya bangunan milik pihak lain diluar PT Portanigra dan Djuhri Cs, sehingga tidak mengabulkan gugatan PT Portanigra. Sayangnya pihak jurusita tidak mencatat bahwa terdapat bangunan diatas tanah yang bersengketa.

Merasa gugutanya tidak diterima PT Portanigra mengajukan gugatan ke tingkat Mahkamah Agung. Kesalahan pun terjadi kembali. Sebenarnya MA mengakui adanya pemilik bangunan di atas tanah sengketa, namun dalam pengambilan keputusan MA malah mendasarkannya pada keterangan jurusita yang tidak menyatat adanya bangunan. Hal ini yang membuat gugatan PT Portanigra diterima.

Penerimaan gugatan PT Portanigra membuat masyarakat Meruya merasa diperlakukan tidak adil. Mereka merasa tidak pantas PT Portanigra mengeksekusi bangunan dan tanah milik mereka sebab masyarakat Meruya memiliki surat kepemilikan tanah dari Pemprov DKI Jakarta. Sehingga, hingga kini PT Portanigra hanya dapat mengeksekusi 15 ha tanah kosong.

Selain itu kesimpulan yang dapat diambil dari kasus persengketaan tanah Meruya antara PT Portanigra dan warga meruya diatas adalah bahwa administrasi pertanahan hukum di Indonesia masih belum dijalankan dengan baik oleh para pejabat-pejabat yang ada di dalamnya. Undang- Undang yang menjadi dasar pokok dalam membuat keputusan dan menjadi dasar pembuat peraturan masih tidak dijalankan dengan baik oleh para pejabat pemerintah, seperti Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Provinsi Jakarta yang memberikan sertifikat tanah kepada warga Meruya yang seharusnya tidak diberikan. Mereka sama sekali tidak mengacu pada peraturan yang sudah ada dan dengan mudahnya memberikan sertifikat itu kepada warga yang tidak tahu apa-apa.

Selain itu dapat juga dilihat banyak sekali kejanggalan-kejanggalan dan adanya permainan dalam kasus ini. Seperti bagaimana girik yang sudah dimusnahkan tiba-tiba ada kembali dan menjadi dasar sengketa ini. Inilah keadaan yang sebenarnya menjadi pemula setelah sebelumnya semua bisa berjalan dengan baik-baik saja. Disini terlihat adanya orang dalam yang memanfaatkan girik itu untuk kemudan dijadikan lahan kerjanya untuk mendapatkan uang untuk dirinya sendiri. Tidak mungkin hal tersebut terjadi apabila tidak ada rang dalam yang bermain di dalamnya. Karena hal ini terjadi dengan sangat mulus tanpa ada embel-embel illegal dan sebagainya. Dari sini pula kita lihat masih maraknya mafia tanah yang mungkin saja berasal dari para pejabat itu sendiri.

Intinya adalah, peraturan perundang-undangan di Indonesia masih belum bisa dijalankan dengan baik oleh beberapa pemerintah Negara Indonesia sebagaimana mestinya. Peraturan itu hanyalah dijadikan pegangan saja jika seseorang menghadapi masalah tanpa dijadikan pegangan apabila mereka melakukan kesalahan yang melibatkan orang banyak di dalamnya.

4.2 Saran

Saran kelompok kami atas Kasus Persengketaan Tanah Meruya adalah agar Badan Pertanahan Nasional, Pemprov, dan pemerintah Indonesia lainnya bisa lebih benar dalam menjalankan tugasnya dengan semestinya. Mereka harus bisa menerapkan peraturan dalam kegiatannya. Bukan hanya teori saja yang ada tetapi juga dalam implikasinya mereka harus bisa menggunakannya dengan baik.

Sistem administrasi pertanahan di Indonesia juga harus lebih diperhatikan agar tidak akan lagi terjadi kasus-kasus seperti kasus sengketa Meruya ini. Peraturan-peraturan yang ada harus lebih diperjelas kepada setiap warga agar mereka tidak merasa bingung dan tertipu, juga mereka bisa lebih mengerti bagaimana tata cara memiliki hak atas suatu tanah.

Selain itu lembaga peradilan di Indonesia harus ebih profesional dalam menjalankan fungsinya dan menyelesaikan kasus dengan tidak berlarut-larut sehingga tidak akan muncul lagi permasalahan-permasalahan baru seperti kasus meruya diatas yang berlangsung selama 30 tahun dan mengakibatkan tanah yang dilalui selama it sudah mengalami perubahan dan dihuni oleh banyak warga di dalamnya.

Dan yang terakhir adalah agar pemerintah mengusut tuntas siap sebenanya yangbersalah dalam kasus ini karena baik Portanigra maupun warga meruya adalah pihak yang sama-sama dirugikan dari adanya sengketa tanah ini. Walau dalam keputusan Mahkamah Agung Juhri Cs dinyatakan bersalah dan diber hukuman tetapi pasti ada seseorang yang memiliki kekuatan yang besar yang bisa menghasilkan sertifikat tanah yang seharusnya tidak ada.

0 comments:

Post a Comment